Sepotong Term di Kota Tua
JAKARTA, JOURNAL IS ME CLUB - Kota Tua (KOTU) sebutan untuk tempat yang memiliki banyak sejarah unik didalamnya, siapa yang tidak mengenal sebutan itu? Sebutan yang sudah tidak asing lagi ditelinga masyarakat. Kota tua yang didalamnya memiliki arsitektur gedung yang luar biasa buatan Belanda yang ditinggalkan dan menyimpan history didalamnya. Gedung berwarna putih besar ditemani 2 meriam disamping kanan kirinya yang membuktikan bahwa gedung tersebut memiliki keamanan ketat yang luar biasa. Gedung putih tersebut dulunya digunakan bangsa Belanda untuk kegiatan pemerintahan, itulah yang menjadi alasan mengapa 2 meriam selalu tetap siap berada di samping kanan kiri gedung tersebut, Gedung putih dan gedung lainnya kini sudah ditinggali pemiliknya.
Untuk mengenang sejarah menarik gedung yang berada dikota
tua maka dari itu dijadikanlah tempat wisata yang menarik perhatian masyarakat
dan turis manca negara lainnya. Mungkin selama ini kita hanya terlena dengan
sejarah dari gedung- gedungnya saja, padahal ada sejarah menarik didalam wisata
kota tua yang masih banyak orang yang tidak tahu. Salah
satunya ialah rel term kereta api tua yang selama ini terkubur. Potongan rel
term ini baru digali kembali kurang lebih pada awal tahun 2018. “Ya udah
setahunan lah baru digali lagi, yang galinya juga kita” ujar penjaga sepede ontel. Menurut
pemaparannya, penggalian rel term tersebebut digali oleh komunitas sepeda ontel
yang kemudian menjadi perhatian pemerintah sehingga pada akhirnya pemerintah
memberikan izin dan mendirikan monument sebagai ikon sejarah yang menarik.
Kalau dilihat-lihat ukuran dari term kereta api tersebut memiliki ukuran yang
jauh lebih besar dari rel kereta pada umumnya, ukurannya sekitar 1.181 MM.
Awalnya kereta term yang ada di Indonesia dipelopori oleh Belanda yang dahulu ingin menguasai Indonesia pada 10 April 1896. Term pada awalnya juga masih menggunakan tenaga hewan, yakni kuda sebagai acuan utama bekerjanya term tersebut. Lalu Belanda memberikan inovasi baru dengan pembuatan term yang lebih modern pada masanya yakni term tenaga uap yang diresmikan pada tahun 1882 dan dinaungi oleh perusahaan Tramweg Maatschappij (NITM). Rute term uap ini hanya ada didaerah Jakarta saja, khususnya Jakarta bagian kota. Karna orang-orang Belanda pada saat itu menargetkan untuk mengambil alih Indonesia mulai dari bagian kotanya terlebih dahulu. Rute yang dilewati term tenaga uap mulai dari Pasar Ikan, Harmoni, Tanah abang, Jatinegara, Gunung Sahari, Keramat, Salemba, dan Matraman.
Pada 1899 Belanda kembali memberikan inovasi baru yang jauh lebih modern dengan menciptakan term tenaga listrik, yang dinaungi oleh perusahaan Term Listrik Batavia (BETM). Ditahun ini sebenarnya peminat dari pengguna term sudah mulai menurun karna adanya kelas-kelas bagi penumpangnya. Term tersebut hanya mengangkut penumpang paling banyak 40 orang sedangkan bus pada saat itu sudah bisa mengangkut penumpang sebanyak 60 orang. Sadar akan peminat dari term tersebut mengurang, pada akhirnya Belanda melakukan kerja sama antara perusahaan NITM dengan BETM pada 31 Juli 1900 dan menjadi perusahaan baru yang bernama BVM. Penggabungan dari 2 perusahaan ini berjalan dengan lancar sesuai dengan perencanaan awal Belanda, setelah semuanya berjalan dengan lancar Indonesia merdeka dari penjajahan Belanda.
Belanda sudah mulai pergi dari negara kita dan semua aset Belanda diambil alih Indonesia mulai dari infrastrukur, perusahaan, transportasi dan lain-lain. Tidak diketahui sampai sekarang mengapa pada tahun 1933 kereta uap dihapus dan yang beroperasi hanya term tenaga listrik saja. Ketika sudah diambil alih Indonesia pada tahun 1952, term ini sudah diresmikan oleh perusaaan BUM sebagai angkutan penumpang Jakarta yang berjalan kurang lebih selama 30 tahun. Semua masyarakat Jakarta pada saat itu boleh menaiki term tersebut tanpa adanya kelas-kelas bagi penumpang. Pada 1960 term diganti menjadi perusahaan kereta api Indonesia atau (KAI), ditahun ini pemerintah menghilangkan kata “TERM” dari kalangan masyarakat Indonesia, dan perusahaan KAI masih berjalan sampai saat ini.
Penulis : Evi Nurlisa
Editor : Geraldo Nathanael Setiawan
Komentar
Posting Komentar