Senyum Indah Larasati

 

Termenung ia di bawah langit petang menjelang senja di tengah kota yang katanya istimewa nan banyak cerita,Yogyakarta. Hiruk pikuk macetnya tengah kota beserta tiupan angin sore membuatnya terhanyut dalam ingatan 5 tahun silam saat ia masih berada di kampung halamannya,Surabaya.

Tepat 5 tahun yang lalu,ditanggal yang sama yaitu 21 Mei,seorang pemuda bernama Wiyoto mengenal gadis baik hati dan berparas ayu khas perempuan jawa. Rambutnya hitam pekat melewati bahu,matanya besar dan bulat dengan bulu mata yang lentik serta bibir yang mungil berwarna merah muda. Gadis itu bernama Larasati.

Nama yang cantik persis seperti orangnya. Larasati merupakan seorang guru tari tradisional di sebuah sanggar tari di kota Surabaya. Pertemuan mereka secara tak sengaja terjadi ketika mereka sedang sama-sama menaiki bus angkutan umum ketika pulang bekerja sore hari. Wiyoto yang saat itu sedang duduk di kursi penumpang,melihat Larasati yang sedang berkeringat dengan napas terengah-engah menaiki bus dan tidak mendapatkan tempat duduk. Dengan penuh inisiatif,Wiyoto berdiri dan mempersilahkan Larasati untuk duduk di kursi yang ia duduki.

 

"Mbak duduk saja,silahkan" kata Wiyoto pada Larasati saat itu.

"Terima kasih,Mas. Saya duduk ya" sahut Larasati saat dipersikahkan duduk oleh Wiyoto.

"Sama-sama,Mbak. Mbaknya habis lari ya?" Tanya Wiyoto basa-basi.

"Iya,Mas" jawab Larasati sambil tersenyum kemudian menunduk dan mengelap keringatnya dengan tisu.

"Minum dulu,Mbak. Kebetulan tadi saya beli tapi belum saya minum" ucap Wiyoto sembari mengulurkan tangan menyerahkan satu botol air mineral yang tadi ia beli sebelum menaiki bus.

"Gak usah,Mas. Terima kasih. Saya ada minum kok" tolak Larasati secara halus pada Wiyoto.

 

Wiyoto membalasnya dengan senyuman sembari memasukan kembali air mineral yang ia pegang kedalam tas. Dalam hati Wiyoto sangat memuji kecantikan seorang Larasati. Bagaimana tidak,wajah ayu khas perempuan jawa ditambah dengan senyumannya yang manis membuat hati seorang bujang bernama Wiyoto bergejolak.

"Mbaknya nanti turun dimana?" Tanya Wiyoto pada Larasati sambil berharap agar tempat tujuan mereka sama.

"Di depan sana,Mas. Setelah perempatan lampu merah."

(Deggggg)

Hati Wiyoto semakin bergejolak karena mendengar harapannya menjadi kenyataan. Sehari- hari Wiyoto juga turun di perempatan setelah lampu merah itu karena rumah neneknya tak jauh dari situ.

"Loh,sama toh,Mbak. Saya juga turun disitu. Mbak tinggal dimananya?" Tanya Wiyoto yang semakin penasaran dan ingin tahu dimana Larasati tinggal.

"Saya kos,Mas. Di kosan perempuan Bu Ani" jawabnya dengan senyum yang semakin membuat dahi Wiyoto mengalir keringat dingin.

"Walahhh gak jauh dari rumah saya,Mbak. Kalau Mbak mau,kita bisa jalan bareng setelah turun dari bus nanti" tawaran Wiyoto pada Larasati dan berharap disetujui oleh Larasati.

"Boleh,Mas kalau memang searah" jawaban dari bibir mungil Larasati yang semakin membuat Wiyoto banjir keringat tak karuan.

Kurang lebih 10 menit kemudian,Wiyoto memberhentikan bus tepat di depan perempatan itu dan ia bersama Larasati turun dari bus itu.

"Saya biasanya jalan lewat sini,Mbak,kalau pulang. Rumah nenek saya gak jauh dari sini. Saya tinggal disitu bersama ibu saya dan adik saya" cerita Wiyoto tanpa ditanya apa-apa oleh Larasati.

"Oh,begitu ya,Mas. Enak ya Mas tinggal sama keluarga,bukan anak rantau kaya saya. Bekerja di kota orang sendirian" jawab Larasati dengan sedikit iri di hatinya melihat Wiyoto bisa tinggal bersama keluarganya,tak seperti dia yang merupakan anak rantau di kota orang.

"Oh iya,Mbaknya kos ya? Memang keluarga Mbak tinggal dimana?" Tanya Wiyoto penasaran

"Saya asli Yogya,Mas. Keluarga saya semua disana" jawab Larasati sambil menatap jalan tanpa menengok ke arah Wiyoto.

"Walahh,kenapa Mbak merantau kesini?" Tanya Wiyoto lagi.

"Saya mau mandiri,Mas. Mau belajar untuk hidup sendiri,merantau ke kota orang biar saya tau artinya bersyukur" jawab Larasati sambil mengenang keputusannya 3 tahun lalu untuk merantau ke Surabaya.

"Bersyukur? Bersyukur tentang apa,Mbak?" Tanya Wiyoto sedikit heran dengan maksud Larasati.

"Iya,Mas. Banyak dari kita suka gak sadar ternyata keutuhan dan kehadiran keluarga adalah hal yang seharusnya paling kita syukuri. Bukan cuma senang aja mereka ada buat kita,ketika kita lagi jatuh bahkan gagal sekalipun, merekalah yang juga dengan sigap berdiri dan memeluk kita. Setelah saya merantau dan merasakan hidup sendiri,saya baru paham,Mas,ternyata tujuan saya untuk pulang cuma satu,yaitu mereka. Karena keluarga tidak pernah menolak kita ketika kita pulang dengan keadaan apapun,tangan mereka selalu terbuka untuk menerima kita kembali, sekalipun kita pulang dengan keadaan hancur lebur." Ungkap Larasati yang membuat Wiyoto bisa menafsirkan bahwa ia sedang merindukan keluarganya.

"Mbak e kangen pulang kampung ya? Sayang libur lebaran masih lama ya" jawab Wiyoto pada Larasati.

"Kangen banget,Mas. Rasanya gak pengen nunggu lebaran buat pulang" ucap Larasati dengan mata yang sayu membayangkan kerinduannya pada kampung halamannya.

"Memangnya Mbak kerja apa disini? Apa disana gak ada pekerjaan yang sesuai sama Mbak e?" Tanya Wiyoto lagi.

"Saya guru Tari,Mas. Dulu saya terlalu mengikuti ego saya untuk merantau karena marah sama orang tua. Orang tua maunya saya jadi PNS tapi saya lebih suka untuk mengajar tari,Mas. Tapi sekarang pengennya balik ke kampung aja,Mas. Berat banget jauh dari orang tua." Jawab Larasati.

"Jadi,Mbak ada rencana pulang?" Tanya Wiyoto penasaran.

"Saya sudah berpikir untuk mengundurkan diri,Mas. Mungkin bulan depan" jawab Larasati sambil berhenti melangkah karena sudah sampai di depan pintu kos tempat ia tinggal.

 

Seiring berhentinya langkah Larasati, berhenti pula lamunan Wiyoto yang sedang mengenang pertemuannya dengan Larasati 5 tahun yang lalu. Ia tersenyum bagai laki-laki yang sedang dimabuk kebayang. Larasati bukanlah mantan kekasihnya sebab pertemuan itu nyatanya menjadi yang pertama dan terakhir untuknya dan juga Larasati. Setelahnya, Wiyoto tak pernah melihat lagi dimana batang hidung gadis manis itu. Sampai detik ini, Wiyoto masih terus teringat bagaimana senyum manis itu tergambar pada wajah ayunya. Hingga akhirnya ketika tiba di Yogyakarta,hal pertama yang ia ingat adalah Larasati. Gadis cantik pemilik senyum manis yang berasal dari kota ini.

"Laras,apa kamu sudah kembali kesini? Ternyata ada benarnya kata banyak orang. Yogyakarta terlihat sangat indah karena kota ini mencerminkan keindahan masyarakatnya,salah satu buktinya adalah kamu, Larasati. Perempuan pemilik senyum terindah yang pernah aku lihat. Dimanakah kamu sekarang?",ucap Wiyoto dalam hati sambil berharap dapat melihat senyum manisnya kembali.


Penulis : Josephine Virginia

Komentar

Postingan Populer